CARAPANDANG - Anggota Komisi III DPR RI Martin Tumbelaka mengingatkan agar penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan empat provider telekomunikasi tentang mekanisme penyadapan untuk penegakan hukum, harus dilakukan dengan pengawasan ketat.
Salah satu yang ia tekankan adalah terkait dengan perlindungan hak privasi. Pasalnya, dia mengatakan bahwa penyadapan harus benar-benar terbatas pada kasus-kasus pidana berat dan korupsi melalui proses perizinan yang jelas, untuk memastikan tidak terjadi penyadapan sewenang-wenang.
"Kerja sama ini harus dibarengi dengan mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan tuduhan berbagai pihak terkait privasi data warga negara," kata Martin di Jakarta, Sabtu (28/6/2025).
"Tetapi kita tahu kondisi kejahatan era sekarang itu terutama pencucian uang dan pelacakan buronan itu sangat dinamis. Sementara, penegak hukum kita berkejaran agar pelaku tidak membawa kabur uang negara," kata Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Dia mengatakan Kejagung perlu menjaga akuntabilitas prosedural. MoU itu, kata dia, perlu menjelaskan secara rinci prosedur penyadapan, termasuk mekanisme pelaporan dan evaluasi "Transparansi adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik," kata dia.
Martin pun mendorong adanya sinergi antara Kejagung dengan Komnas HAM dan Komisi Informasi untuk memastikan keseimbangan antara kebutuhan penegakan hukum dan perlindungan hak sipil.