Persoalan mendasaryang lainnya menurut Presiden Prabowo adalah sulitnya akses petani terhadap pupuk bersubsidi akibat rumitnya birokrasi, yang justru menghambat program yang seharusnya menjadi solusi.
"Kendalanya macam-macam. Pupuk yang disubsidi oleh negara, oleh APBN, langka, tidak sampai ke petani. Peraturannya ada 145, ada belasan tanda tangan yang diperlukan dari pabrik ke petani," tegasnya.
Lebih jauh, Prabowo memaparkan bagaimana petani terjebak dalam siklus ketergantungan pada tengkulak yang membeli hasil panen dengan harga rendah, serta rentenir yang menawarkan pinjaman cepat namun dengan bunga harian yang mencekik.
Situasi ini diperburuk oleh kebutuhan mendesak sehari-hari yang memaksa petani untuk menerima kondisi tidak adil tersebut.
"Tiap panen yang berhasil, harga untuk petani jatuh. Kenapa? Karena para petani kita uangnya sangat sedikit. Nunggu panen, anaknya harus sekolah, ada keluarganya sakit, dia harus keluar biaya. Pinjam uang susah, di desa nggak ada yang mau pinjemin uang kecuali rentenir, yang bayarnya adalah per hari bunganya,” ungkap Prabowo.
Melalui program Kopdes Merah Putih, Prabowo menegaskan bahwa negara kini hadir secara konkret untuk memotong rantai permasalahan tersebut, yang menurutnya sudah berlangsung berabad-abad.
Kopdes Merah Putih Langkah Strategis Memberantas Peran Tengkulak dan Rentenir
Prabowo mengatakan persolan ini sudah lama membelit petani Indonesia. Hal ini dia amati sejak dirinya menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) pada 2004.