"Setiap harinya, operator bisa membuat hingga 500 akun WhatsApp dan menyebarkan ribuan pesan siaran (broadcast) berisi ajakan bergabung, kemudahan deposit, dan janji kemenangan (withdraw)," katanya.
Untuk berkomunikasi, lanjut Djuhandhani, para tersangka menggunakan grup Telegram dan WhatsApp untuk berbagi data nomor ponsel serta mengelola omzet.
Hasil kejahatan ini disamarkan melalui rekening atas nama orang lain (nominee), termasuk dengan menggunakan mata uang kripto yang dicairkan melalui berbagai payment gateway seolah-olah berasal dari jual beli barang.
"Para pelaku meraup keuntungan hingga ratusan miliar rupiah hanya dalam waktu satu tahun," ujarnya.
Selain mengamankan tersangka, penyidik juga menyita sejumlah barang bukti, di antaranya 354 unit ponsel, satu unit mobil, 23 set komputer (CPU), satu unit modem, 2.648 kartu perdana dari berbagai provider, hingga 18 kartu ATM.
Para tersangka dijerat dengan beberapa pasal, yaitu Pasal 303 Ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana 10 tahun penjara atau denda maksimal Rp25.000.000, kemudian Pasal 43 Ayat (3) juncto Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas UU ITE dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp1.000.000.000.
Selain itu, Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman penjara 5 hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp1.000.000.000.